SEJARAH NABI (3) NUH as
Kisah Para Nabi dan Rasul dalam Al-Quran
artikel ini diambil dari http://ajigunawan.wordpress.com/2013/02/13/sejarah-nabi-3-nuh-s/
Nama | Nuh bin Lamak |
Garis Keturunan | Adam as – Syits – Anusy – Qainan – Mahlail – Yarid – Idris as – Mutawasylah – Lamak – Nuh as |
Usia | 950 tahun |
Periode sejarah | 3993 – 3043 SM |
Tempat diutus (lokasi) | Selatan Irak |
Jumlah keturunannya (anak) | 4 putra |
Tempat wafat | Mekah al-Mukarramah |
Sebutan kaumnya | Kaum Nuh |
di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak | 43 kali |
Dakwah Nabi Nuh
Allah berfirman, “Manusia itu
(dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para nabi (untuk)
menyampaikan kabar gembira dan peringatan, Dan dia turunkan bersama
mereka kitab yang mengandung kebenaran untuk memberi keputusan diantara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan, (QS. Al-Baqarah [2]: 213).
Ibnu Abbas meriwayatkan tentang penafsiran ayat ini. Dia berkata, “Jarak
waktu antara Nabi Nuh dan Nabi Adam adalah sepuluh abad. Mereka semua
membawa syariat dari Allah lalu berpecah belah. Allah lantas mengutus
para nabi sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan,”
Namun, setelah setan menggoda kaum Nuh untuk menyembah selain Allah,
maka meluaslah perilaku syirik dan penyembahan berhala di kalangan anak
manusia. Allah berfirman, “Mereka berkata, “Jangan sekali-kali kalian
meninggalkan (penyembahan ) tuhan-tuhan kalian dan jangan pula
sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula
Suwa, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr,’”(QS. Nuh [71]:23).
Nabi Nuh dibesarkan di daerah Irak, di
kalangan masyarakat yang kufur dan sesat. Allah kemudian mengutus Nuh
dengan risalahnya guna mengeluarkan mereka dari lumpur kesesatan dan
kegelapan pemikiran menuju jalan petunjuk dan cahaya yang terang. Beliau
adalah rasul pertama yang diutus di bumi seperti yang disebutkan di
dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim tentang hadits syafaat dari
Nabi Muhammad.
Kesesatan kaum Nabi Nuh merupakan
kesesatan Akidah pertama yang terjadi di muka bumi. Penyebabnya adalah
seperti yang telah disebutkan Ibnu ath-Thabari, “Pada mulanya kaum yang
berada antara Nabi Adam dan Nabi Nuh adalah orang yang saleh. Mereka
juga memiliki pengikut patuh. Namun, ketika para nabi dan orang-orang
saleh meninggal, para pengikut tersebut berkata, ‘Jika kita membuat
gambar mereka, tentunya kita akan lebih gemar beribadah karena mengingat
mereka.’ Akhirnya, mereka membuat gambar para nabi dan orang-orang
saleh tersebut”.
Setelah pembuat gambar itu mati,
datanglah kelompok lain yang telah dirasuki iblis seraya berkata,
‘Mereka menyembah orang-orang saleh tersebut dan minta diturunkan
hujan.’Lantas, setiap orang menyembah masing-masing berhala dan
menjadikannya sembahan khusus. Setelah beberapa kurun, untuk lebih
meyakinkan lagi, mereka pun menjadikan gambar-gambar tersebut sebagai
patung-patung berjasad untuk disembah.
Kemudian mereka menyembahnya dengan
beragam cara penyembahan. Hal seperti inilah yang kemudian tersebar pada
banyak zaman ketika sejumlah pengikut seorang alim menggambar mereka.
Mereka hanya akan merasa khusyu’ jika menggambar sang guru dan
meletakkan di hadapannya. Bahkan, mungkin saja setelah sang guru
meninggal, mereka membuat patungnya dan meletakkan di hadapan mereka.
Inilah awal dari bentuk penyembahan berhala dan patung.
Nabi Nuh telah menyeru umatnya ke jalan Allah selama 950 tahun. Allah berfirman, “Sesungguh,
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka
selama seribu tahun kurang lima puluh tahun,” (QS. Al-’ankabut[29]:14 ).
Beliau telah berdakwah siang dan malam
secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan; berdakwah tanpa merasa
bosan dan penat, menghadapi tulinya telinga dan kerasnya hati mereka.
Hanya sedikit sekali yang beriman, sebagian besar lainnya tetap ingkar.
Allah lalu mewahyukan kepada beliau, “Diwahyukan kepada Nuh,
‘Ketahuilah, tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang
benar-benar beriman (saja), karena itu janganlah engkau bersedih hati
tentang apa yang mereka perbuat,” (QS. Hud [11]: 36).
Pada saat itulah, Nabi Nuh kemudian berdoa kepada Allah sabagaimana terekan dalam firman-Nya, “Nuh berkata, ‘Ya Rabb, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi,” (QS. Nuh [71]: 26).
Allah lantas memerintahkan Nuh untuk membuat kapal guna menyelamatkan diri dan kaumnya yang beriman dari banjir dahsyat, “Mulailah
dia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan
melewatinya, mereka mengejeknya. Dia (Nuh) berkata, ‘Jika kalian
mengejek kami, maka kami (pun) akan mengejek kalian sebagaimana kalian
mengejek (kami). Maka kelak kalian akan mengetahui siapa yang akan
ditimpa adzhab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa adzhab
yang kekal. ‘Hingga apabila perintah Kami datang dan tanur (dapur) telah
memancarkan air, Kami berfirman, ‘Muatkanlah ke dalamnya (kapal itu)
dari masing-masing (hewan) sepasang (jantan dan betina), dan (juga)
keluargamu, kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu dan
(muatkan pula) orang yang beriman. ‘Ternyata orang-orang beriman yang
bersama Nuh hanya sedikit. Dan dia berkata, ‘Naiklah kalian semua ke
dalamnya (kapal) dengan (menyebut) nama Allah pada waktu berlayar dan
berlabuhnya. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan
kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana
gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada
di tempat yang jauh terpencil, ‘Wahai anakku, naiklah (ke kapal) bersama
kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir. ‘Dia (anaknya)
menjawab, ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat
menghindarkan aku dari air bah! ‘(Nuh) berkata, ‘Tidak ada yang
melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah Yang Maha
Penyayang.’ Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia
(anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan. Dan difirmankan, ‘Wahai
bumi, telanlah airmu dan wahai langit (hujan) berhentilah,’ Dan air pun
disurutkan, dan perintah pun diselesaikan, dan kapal itu pun berlabuh di atas gunung Judi, dan dikatakan, ‘Binasalah orang-orang zhalim,” (QS. Hud [11]: 38-44).
Demikianlah, badai topan menimpa kaum Nuh
yang ingkar, sombong, dan berbuat kerusakan di muka bumi. Allah
menyelamatkan Nabi Nuh dan pengikutnya yang beriman saat kapal mereka
berlabuh di atas Bukit Judi, di sebuah tempat yang dikenal dengan nama
JaziraI Ibnu Umar. Saat ini, tempat tersebut merupakan bagian timur
Turki (Gunung Arafat).
Penumpang kapal pun keluar dan menetap di
sana untuk pertama kalinya setelah perpindahan baru ini, Prof. Mahmud
Syakir mengungkapkan, “demikianlah terjadinya perpindahan tempat
tinggal penduduk bumi untuk kedua kalinya dari selatan ar-Rafidin
(Mesopotamia) ke berbagai daerah pegunungan di utara. Pertambahan
penduduk pun terjadi untuk kedua kalinya di berbagai tempat”. Dengan begitu, keturunan nabi Nuh dari anak-anaknya yang telah ikut serta dalam kapal semakin bertambah.
Sam dan keturunannya berangkat menuju
barat daya ke arah jazirah Arab dan berpencar di sana. Ham dan
keturunannya berangkat menuju selatan dan menetap di bagian selatan Irak
setelah bumi kering dan mulai tampak subur kembali. Sebagian yang lain
mengikuti langkah tersebut dan ada pula yang berpencar menuju tenggara
ke arah India.
Sementara itu, yang lainnya menuju barat
daya melewati Selat Bal el-Mandeb ke arah Afrika. Dari sana mereka
menuju utara dan berbagai tempat lainnya. Yafits, anak Nabi Nuh yang
ketiga berangkat bersama keturunannya ke arah timur dan ada juga yang
menuju ke arah barat.
Kisah Banjir Dahsyat dalam Literatur Klasik dan Modern
Banjir dahsyat yang menimpa kaum Nabi Nuh
merupakan hasil dari kekufuran mereka kepada Allah. Peristiwa ini
merupakan peristiwa terdahsyat yang terjadi sepanjang sejarah dan
peristiwa paling membekas dalam jiwa manusia. Allah berfirman, “(Telah
kami binasakan) kaum Nuh ketika mereka mendustakan para rasul. Kami
tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka pelajaran bagi
manusia. Dan kami telah sediakan bagi orang-orang zhalim adzhab yang
sedih,” (QS. Al-Furqan [25]: 37).
Dari sini, kita mengetahui bahwa
peristiwa banjir dahsyat itu disebut dalam wahyu Allah secara rinci yang
sudah pasti kebenarannya. Kejadian tersebut bahkan terus dikisahkan
melalui khazanah peradaban mereka dari tahun ke tahun. Bangsa Sumeria
merupakan pemilik tongkat estafet pertama dalam mencatat peristiwa
tersebut. Kemudian salinannya dilanjutkan oleh bangsa-bangsa Akadia,
Babylonia, dan Assyria.
Naskah asli peristiwa ini berbahasa
Sumeria. Dr. Ahmad Sausah, dalam bukunya, Tarikh wa Hadharah Wadi
ar-Rafidin menukis kembali ringkasan naskah tersebut sebagai berikut.
“Para Dewalah yang telah menjadikan banjir ini. Semua ini akibat dosa, kesalahan, dan rusaknya perbuatan manusia. Para dewa pun segera menghapus keberadaan manusia dari muka bumi ini dengan mengirimkan banjir yang amat dahsyat.”
“Para Dewalah yang telah menjadikan banjir ini. Semua ini akibat dosa, kesalahan, dan rusaknya perbuatan manusia. Para dewa pun segera menghapus keberadaan manusia dari muka bumi ini dengan mengirimkan banjir yang amat dahsyat.”
Disebutkan pula bahwa peristiwa tersebut terjadi di Irak Selatan pada ahir milenium ke 3 SM.
Penelitian terhadap bahtera Nabi Nuh
telah disebutkan di dalam majalah an-Nur al Islamiyyah seperti yang
diungkapkan Mahmud Mushtafa. Setelah 6 tahun meneliti, para ahli baru
berhasil menemukan bahtera Nabi Nuh yang disebutkan dalam al-Qur’an,
tepatnya di daerah perbatasan Turki dan Iran. Hal ini sesuai dengan
pernyataan ketua tim penelitian tersebut. Pemerintah Turki-pun merasa
puas dengan hasil penelitian itu setelah bertahun-tahun para peneliti
mengalami penolakan yang keras. Pemerintah lantas menjadikan tempat
tersebut sebagai situs sejarah dalam bidang kepurbakalaan dan menyetujui
diadakan proses penggalian di sana pada tahun 1414 H.
Belum lama ini, di satu lokasi yang
dieksplorasi ditemukan kandungan material yang menyerupai perahu
tertimbun. Ukuran perahu tersebut lebih luas daripada perahu Queen Mary.
Panjangnya mencapai setengah perahu Queen Mary. Benda material ini
ditemukan di atas ketinggian 7000 kaki atau setara dengan 2.134 m. Hal
itu merupakan fenomena yang aneh bagi jenis kapal apapun. Panjang perahu
mencapai 515 kaki dan lebal 139 kaki. Ukuran ini serupa dengan ukuran
yang disebutkan dalam Pasal Keenam dari Kitab Kejadian bahwa itulah
ukuran yang diperintahkan Allah kepada Nabi Nuh. Nabi Nuh diperintahkan
untuk membuat perahu dengan panjang 300 hasta dan lebar 50 hasta,
sedangkan satu hasta setara dengan 45,7 cm.
Di sekitar lokasi ditemukannya perahu
tersebut, para ahli dari Amerika dan Timur Tengah menemukan batu besar
yang pada satu sisi masing-masing telah dilubangi. Diyakini bahwa itu
merupakan batu jangkar pada masa lampau untuk menjaga keseimbangan
kapal. Selain itu, tempat tersebut juga dilacak dengan menggunakan
radar. Hasilnya, didapati senyawa kimia yang tidak lazim ditemukan,
yaitu oksida besi.
Kepala Departemen Ilmuwan Arkeologi di
Universitas Attaturk Turki menyatakan bahwa perahu tersebut telah
berusia labih dari 100.000 tahun dan dibuat oleh manusia. Tidak
diragukan lagi bahwa itulah perahu Nabi Nuh.
Keturunan Nabi Nuh
Nabi Nuh memiliki empat putra yaitu
Yafit, Sam, Ham, dan Kan’an. Kan’anlah yang pergi ke puncak gunung untuk
berlindung dari banjir dan akhirnya tenggelam. Mengenai ketiga putranya
yang lain, Ibnu Katsir telah menyebutkan bahwa seluruh bani Adam di
bumi ini berasal dari ketiga anak Nabi Nuh yang tersisa yaitu Sam, Ham,
dan Yafits.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Sam adalah bapak orang Arab, Ham adalah bapak orang Habsyi, dan Yafits adalah bapak orang Romawi.” Imran bin Hushain meriwayatkan dari Nabi sebuah hadits serupa dan di dalamnya terdapat redaksi berikut “Yang
dimaksud dengan Romawi di sini adalah Romawi pertama yaitu bangsa
Yunani yang dinasabkan kepada Rumi bin Labthi bin Yunan bin Yafits bin
Nuh, “(Ibnu Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah).
Di dalam kitab Nihayah al-Arab fi
Ma’rifah Ansab al-’Arab, al-Qalqasyandi menyebutkan bahwa para ahli
nasab (genealogis) dan para sejarawan telah sepakat, seluruh ras manusia
setelah Nabi Nuh, bukan berasal dari umat yang bersamanya di dalam
perahu. Hal ini sesuai dengan firman Allah, “(wahai) keturunan orang yang kami bawa Nuh,” (QS. Al-Isra’ [17]: 3).
Sebab, mereka semua telah binasa dan
tidak tersisa lagi. Para ahli sepakat bahwa seluruh keturunan manusia
berasal dari ketiga anak Nabi Nuh, sesuai firman Allah, “Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan,” (QS. Ash-Shaffat [37]: 77).
Yafits adalah anak tertua, Sam anak
kedua, dan Ham anak Nabi Nuh yang paling muda. Seluruh umat di dunia ini
kembali kepada salah satu dari mereka bertiga, dengan berbagai
perbedaan pendapat dalam permasalahan ini.
- Turki berasal dari keturunan Turk bin Kumar bin Yafits. Termasuk ke dalam ras mereka adalah bangsa Qibjad, Tatar, dan Khazlakhiyah, bangsa al-Ghazz di negara as-Shafad, al-Ghaur, al-’Alan, asy-Syarkas, al-Azkasy, dan Rusia; semuanya berasal dari bangsa Turki.
- Al-Jaramiqah berasal dari keturunan Basil bin Asyur bin Sam bin Nuh. Mereka adalah penduduk Mosul.
- Al-Jail berasal dari keturunan Basil bin Asyur. Negeri mereka adalah Kailan di daerah timur.
- Ad-Dailam berasal berasal dari keturunan Madzai bin Yafits.
- Bangsa Suryani berasal dari keturunan Suryan bin Nabith bin Masy bin Adam bin Sam.
- Bangsa Sind berasal dari keturunan Kusy bin Ham.
- Bangsa az-Zanj/Negro berasal dari keturunan Zanj dan tidak diketahui lagi selanjutnya dan kemungkinan sampai ke Ham.
- Bangsa ash-Shaqalibah berasal dari keturunan asykanar bin Thugarma bin Yafits.
- Bangsa Cina berasal dari keturunan Shini bin Maghugh bin Yafits.
- Bangsa Ibrani berasal dari anak Amir bin Syalikh bin Arfakhsyadz bin Sam.
- Bangsa Persi berasal dari Anak Faris bin Lawud bin Sam.
- Bangsa Francs berasal dari anak Thubal bin Yafits.
- Bangsa Qibthi berasal dari keturunan Qibthim bin Mashr bin Baishar bin Ham.
- Bangsa Quth (Qoth) berasal dari anak Quth bin Ham.
- Bangsa Kurdi berasal darim keturunan Iran bin Asyur bin Sam.
- Bangsa Kan’an berasal dari anak Kan’an bin Ham.
- Bangsa Lamman berasal dari anak Thubal bin Yafits. Tempat tinggal mereka mulai dari wilayah barat hingga utara bagian utara laut Romawi .
- Bangsa Nabth (Anbath) berasal dari penduduk Babylon pada zaman kuno, keturunan Lanbith bin Asyur bin Sam.
- Bangsa India berasal dari keturunan Kusy bin Ham.
- Bangsa Armenia berasal dari anak Qahwil (Tamwil) bin Nakhur, keturunan Nabi Ibrahim.
- Bangsa Atsban berasal dari anak Masyah bin Yafits.
- Bangsa Yunani berasal dari anak Yunan bin Yafits. Mereka terdiri dari tiga golongan; bangsa Lithan berasal dari keturunan Lathin bin Yunan, Bangsa Ighriq keturunan Ighriqis bin Yunan; bangsa Kaitami berasal dari keturunan Katim bin Yunan, dan kepada kelompok Katim inilah bangsa Romawi dinasabkan.
- Bangsa Zuwailah, penduduk Birqah pada zaman kuno dikatakan berasal dari keturunan Huwailah bin Kusy bin Ham.
- Bangsa Ya’juj dan Ma’juj berasal dari anak Manghugh bin Yafits.
- Bangsa Arab berasal dari anak Sam. Hal ini telah disepakati oleh para ahli nasab (geneologis).
- Bangsa Barbar, terdapat perbedaan pendapat tentang asal mereka apakah mereka berasal dari Arab atau dari yang lainnya.
Perbedaan Bahasa
Abu Hanifah ad-Dainuri menyebutkan bahwa
pada masa Raja Jamm pernah terjadi kerancuan bahasa di Babylon. Sebab,
keturunan Nabi Nuh banyak yang tinggal disana danmemenuhi daerah
tersebut. Awalnya, mereka semua berbahasa Suryani atau bahasa Nabi Nuh.
Namun, suatu hari lidah mereka kacau, dialek mereka berubah, dan
sebagian bercampur dengan bahasa yang lain. Akhirnya, setiap kelompok
berbicara dengan bahasa yang diikuti keturunan mereka hingga saat ini.
Mereka kemudian meninggalkan Babylon dan
menyebar ke berbagai arah. Kelompok pertama yang meninggalkan daerah
Babylon adalah anak-anak Yafits bin Nuh. Mereka tujuh bersaudara
diantaranya at-Turk, Al-Khazr, Shaqlab, Taris, Minsak, Kamari, dan Shin.
Mereka lalu mengambil arah timur dan utara. Setelah itu anak-anak Ham
bin Nuh berangkat menyusul. Mereka juga tujuh bersaudara diantaranya
Sind, Hind, Zanj, Qibthi, Habsy, Nubah, dan Kan’an. Mereka menuju arah
antara selatan dan barat. Sementara itu anak Sam bin Nuh tetap tinggal
bersama sepupu mereka, Jamm-Raja Babylon, dengan segala perubahan dan
perbedaan bahasa mereka.
Perahu Nabi Nuh (Bahtera Nuh)
Dalam agama Islam, Nuh merupakan salah
satu dari lima nabi penting (Ulul Azmi). Ia diperintah untuk
mengingatkan kaumnya agar menyembah Allah yang saat itu menganut
paganisme dengan menyembah berhala-berhala Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan
Nashr. Dalam Al-Qur’an, Nuh diperintah selama 950 tahun.
Rujukan-rujukannya tentang Nuh dalam al-Qur’an bertebaran di seluruh
kitab. Surah dalam al-Qur’an yang cukup lengkap menceritakan kisah Nuh
adalah surah Hud dari ayat 27 hingga 51.
Berbeda dengan kisah-kisah Yahudi, yang
menggunakan istilah “kotak” atau “peti” untuk menggambarkan Bahtera Nuh,
surah Al-’Ankabut ayat 15 dalam al-Qur’an menyebutnya as-Safinati,
sebuah kapal biasa atau bahtera, dan dijelaskan lagi dalam surah
Al-Qamar ayat 13 sebagai “bahtera dari papan dan paku.” Surah Hud ayat
44 mengatakan bahwa kapal itu mendarat di Gunung Judi, yang dalam
tradisi merupakan sebuah bukit dekat kota Jazirah bin Umar di tepi timur
Sungai Tigris di provinsi Mosul, Irak. Abdul Hasan Ali bin al-Husayn
Masudi (meninggal 956) mengatakan bahwa tempat pendaratan bahtera itu
dapat dilihat pada masanya. Masudi juga mengatakan bahwa Bahtera itu
memulai perjalanannya di Kuffah di Irak tengah dan berlayar ke Mekkah,
dan di sana kapal itu mengitari Ka’bah, sebelum akhirnya mendarat di
Judi. Surah Hud ayat 41 mengatakan, “Dan Nuh berkata, ‘Naiklah kamu
sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan
berlabuhnya.’” Tulisan Abdullah bin ‘Umar al-Baidawi abad ke-13
menyatakan bahwa Nuh mengatakan, “Dengan Nama Allah!” ketika ia ingin
bahtera itu bergerak, dan kata yang sama ketika ia menginginkan bahtera
itu berhenti.
Banjir itu dikirim oleh Allah sebagai
jawaban atas doa Nuh bahwa generasinya yang jahat harus dihancurkan,
namun karena Nuh adalah yang benar, maka ia terus menyebarkan peringatan
itu, dan 70 orang penyembah berhala bertobat, dan masuk ke dalam
Bahtera bersamanya, sehingga keseluruhan manusia yang ada di dalamnya
adalah 78 orang (yaitu ke-70 orang ini ditambah 8 orang anggota keluarga
Nuh sendiri). Ke-70 orang ini tidak mempunyai keturunan, dan seluruh
umat manusia setelah air bah adalah keturunan dari ketiga anak lelaki
Nuh. Anak lelaki (atau cucu lelaki, menurut beberapa sumber) yang
keempat yang bernama Kana’an termasuk para penyembah berhala, dan
karenanya ikut tenggelam.
Baidawi memberikan ukuran Bahtera itu
yaitu panjang 300 hasta dan lebar 50 hasta, dan menjelaskan bahwa pada
mulanya di tingkat pertama dari tiga tingkat ini diletakkan
binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan, pada tingkat kedua
ditempatkan manusia, dan yang ketiga burung-burung. Pada setiap lembar
papan terdapat nama seorang nabi. Tiga lembar papan yang hilang, yang
melambangkan tiga nabi, dibawa dari Mesir oleh Og, putera Anak,
satu-satunya raksasa yang diizinkan selamat dari banjir. Tubuh Adam
dibawa ke tengah untuk memisahkan laki-laki dari perempuan.
Nuh berada di Bahtera selama lima atau
enam bulan, dan pada akhirnya ia mengeluarkan seekor burung gagak. Namun
gagak itu berhenti untuk berpesta memakan daging-daging bangkai, dan
karena itu Nuh mengutuknya dan mengeluarkan burung merpati, yang sejak
dahulu kala telah dikenal sebagai sahabat manusia. Masudi menulis bahwa
Allah memerintahkan bumi untuk menyerap airnya, dan bagian-bagian
tertentu yang lambat menaati perintah ini memperoleh air laut sebagai
hukumannya dan karena itu menjadi kering dan tidak ada kehidupan. Air
yang tidak diserap bumi membentuk laut, sehingga air dari banjir itu
masih ada.
Nuh meninggalkan Bahtera pada tanggal 10
Muharram, dan ia bersama keluarganya dan teman-temannya membangun sebuah
kota di kaki Gunung Judi yang dinamai Thamanin (“delapan puluh”), dari
jumlah mereka.
Tinjauan sejarah terhadap zaman Nabi Nuh
Dari catatan sejarah disebutkan perjalanan sejarah kuno negeri Rafidin telah melintas dengan tiga zaman :
- Zaman batu kuno. Seorang arkeolog yang bernama Svelli telah menemukan peninggalan-peninggalan zaman ini pada tahun 1954 M.
- Zaman batu modern (peradaban Jarmo). Bret Watt, seorang
arkeolog pada tahun 1948 M telah menemukan salah satu pusat terpenting
dari zaman ini di desa Jarmo, yang terletak di sebelah barat kota
Sulaimaniyah. Para sejarawan telah mengetahui sejarah pusat zaman ini
sekitar tahun 6500 SM, yaitu masa-masa setelah munculnya
masyarakat-masyarakat perkampungan. Pada zaman batu modern telah muncul
peradaban zaman Tel Hassunah, yang terletak di sebelah selatan Mosul. Masa zaman ini sekitar tahun 5750 SM.
Seorang arkeolog, Mallowan pada tahun 1931 M telah menemukan beberapa
sampel yang menggambarkan peradaban Tel Hassunah di Niwana, dekat Mosul.
Dan ditemukan pula beberapa sampel lain dari peradaban ini di beberapa
tempat di sebelah utara Irak.
Dan di Tel Halaf, dekat daerah Ra’sul Ain Syria, dimana sungai al-Khabur bersumber, seorang arkeolog Jerman, Paron (Pone Ophneim) telah menemukan beberapa sampel yang mencerminkan peradaban zaman batu modern ini. - Zaman tembaga batu di lembah ar-Rafidin. Peradaban zaman ini tercermin di tiga tempat penting, yang berurutan seperti berikut ini.
- Tel Abied, dekat kota Ur kuno, sebelah selatan negeri ar-Rafidin, yang ditemukan oleh ekspedisi musium Inggris, yang dipimpin Dr. Houl dan di bawah pengawasan Leonard Wooly (seorang sejarawan). Di Ur ditemukan patung yang terbuat dari tanah yang memiliki nilai-nilai keagamaan.
- Peradaban zaman Uruk (al-Wuraka’), yang ditemukan oleh ekspedisi Jerman.
- Peradaban zaman Jamdah Nashar. Beberapa peninggalan zaman ini telah ditemukan oleh ilmuwan Linkdone pada tahun 1920 M di Tel Shaghir, yang terletak di dekat kota Keisy kuno yang disebut “Jumdah Nashar”.
Di akhir zaman ini, seperti telah disampaikan dalam buku-buku sejarah, telah terjadi topan besar yang disertai banjir menerpa negeri Maa Bainan Nahrain (negeri yang terletak di anatara dua sungai).
Berbagai penggalian yang dilakukan di Ur, Uruk, Keisy, dan Syurubak,
menetapkan adanya kejadian banjir bandang antara zaman Abied dan zaman
Sulalat pertama. Banjir besar terjadi di akhir zaman Jumdah Nashar.
Seorang arkeolog, Wooly telah menemukan lapisan lumpur yang cukup tebal
di kota Ur dengan kedalaman dua setengah meter. Wooly juga menemukan
beberapa peninggalan tempat tinggal manusia di atas lapisan-lapisan
lumpur ini dan juga dibawahnya. Dari temuan itu dia menyimpulkan bahwa
lumpur ini dibawa oleh air sungai Tigris dan Efrat.
Kisah angin topan yang disebutkan dalam
kitab suci beberapa zaman lebih dulu daripada topan ini. Dengan menukil
dari ilmuwan De Morghan, arkeolog Countonoe menyimpulkan peristiwa itu
pada zaman muthir yaitu “zaman poliustussin yang diikuti oleh zaman
jalid di akhir putaran ke empat, dimana banyak orang binasa. Lembar
catatan yang ditemukan di perpustakaan Asyur Baniba’al telah
mengabadikan topan ini.
Nabi Nuh di dalam Al-Quran
Di dalam Al-Quran, nama Nuh as, disebutkan di 43 ayat dalam 28 surat.
Pada Surat Huud (Hud) [11] : ayat 25-48, Firman Allah SWT :
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): “Sesungguhnya aku adalah pemberi
peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah.
Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat
menyedihkan”. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya:
“Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa)
seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu,
melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya
saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas
kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta”.
Berkata Nuh: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku ada mempunyai
bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya,
tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami paksakankah
kamu menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya?” Dan (dia berkata):
“Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah)
bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan
mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan
bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang
tidak mengetahui”. Dan (dia berkata): “Hai kaumku, siapakah yang akan
menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah
kamu mengambil pelajaran? (QS. Huud [11]:25-30)
Dan aku tidak mengatakan kepada kamu
(bahwa): “Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah,
dan aku tiada mengetahui yang ghaib”, dan tidak (pula) aku mengatakan:
“Bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat”, dan tidak juga aku mengatakan
kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: “Sekali-kali
Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka”. Allah lebih
mengetahui apa yang ada pada diri mereka; sesungguhnya aku, kalau begitu
benar-benar termasuk orang-orang yang zalim. Mereka berkata “Hai Nuh,
sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah
memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami
azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang
benar”. Nuh menjawab: “Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu
kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat
melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku jika aku
hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan
kamu, Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”. Malahan
kaum Nuh itu berkata: “Dia cuma membuat-buat nasihatnya saja”.
Katakanlah: “Jika aku membuat-buat nasihat itu, maka hanya akulah yang
memikul dosaku, dan aku berlepas diri dari dosa yang kamu perbuat”. (QS.
Huud [11]:31-35)
Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya
sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang
telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang
apa yang selalu mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan
pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan
Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan
ditenggelamkan. Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali
pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah
Nuh: “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu
sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). Kelak kamu akan mengetahui
siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan
ditimpa azab yang kekal.” Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur
telah memancarkan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam bahtera itu
dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu
kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan
pula) orang-orang yang beriman.” Dan tidak beriman bersama dengan Nuh
itu kecuali sedikit. (QS. Huud [11]:36-40)
Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu
sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan
berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang
laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya – sedang anak itu berada di
tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami
dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya
menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat
memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari
ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan
gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu
termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. Dan difirmankan: “Hai bumi
telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun
disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim .” (QS. Huud [11]:41-44)
Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil
berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan
sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim
yang seadil-adilnya.” Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia
bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan),
sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu
janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui
(hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu
jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” Nuh berkata: Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada
Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya
Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan
kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.”
Difirmankan: “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh
keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari
orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri
kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan
ditimpa azab yang pedih dari Kami.”. (QS. Huud [11]:45-48)
Pada Surat al-Qamar [54] : ayat 9-16, Firman Allah SWT :
Sebelum mereka, telah mendustakan
(pula) kamu Nuh, maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan
mengatakan: “Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman). Maka
dia mengadu kepada Tuhannya: “bahwasanya aku ini adalah orang yang
dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku).” Maka Kami bukakan
pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami
jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu
untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke
atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan
pemeliharaan Kami sebagai belasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh).
Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, maka
adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Maka alangkah dahsyatnya
azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.. (QS. al-Qamar [54]:9-16)
Pada Surat Nuh [71] : ayat 1-28, Firman Allah SWT :
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh
kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan
sebelum datang kepadanya azab yang pedih”, Nuh berkata: “Hai kaumku,
sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu,
(yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah
kepadaku, niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan
menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya
ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau
kamu mengetahui”. Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah
menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah
mereka lari (dari kebenaran). (QS. Nuh [71]:1-6)
Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru
mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan
anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya)
dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.
Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara
terang-terangan, kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi)
dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku katakan kepada
mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun
dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nuh
[71]:7-12)
Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran
Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa
tingkatan kejadian. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah
menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan
padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? Dan
Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia
mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya
pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. Dan Allah menjadikan bumi
untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di
bumi itu”. (QS. Nuh [71]:13-20)
Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya
mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta
dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, dan
melakukan tipu-daya yang amat besar”. Dan mereka berkata: “Jangan
sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan
pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula
suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”. Dan sesudahnya mereka menyesatkan
kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang
yang zalim itu selain kesesatan. Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka,
mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak
mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah. Nuh berkata:
“Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang
kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka
tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka
tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat
kafir. Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke
rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan
perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim
itu selain kebinasaan”..(QS. Nuh [71]:21-28)
Ringkasan Kisah Nabi Nuh
Nuh adalah nabi ketiga sesudah Adam dan
Idris. Beliau merupakan keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Ayahnya
adalah Lamak bin Mutawasylah bin Idris. Nabi Nuh menerima wahyu kenabian
dari Allah dalam masa “fatrah” masa kekosongan di antara dua nabi di
mana biasanya manusia secara berangsur-angsur melupakan ajaran agama
yang dibawa oleh nabi yang meninggalkan mereka dan kembali syirik serta
meninggalkan amal kebajikan, melakukan kemungkaran dan kemaksiatan.
Kaum Nabi Nuh tidak luput dari proses
tersebut, sehingga ketika Nabi Nuh datang di tengah-tengah mereka,
mereka sedang menyembah berhala. Yaitu patung-patung yang dibuat oleh
tangan-tangan mereka sendiri disembahnya sebagai Tuhan yang dapat
membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan
kemalangan. Berhala-berhala yang dipertuhankan, menurut kepercayaan
mereka, mempunyai kekuatan ghaib. Berhala-berhala tersebut diberinya
nama-nama yang silih berganti menurut kehendak dan selera kebodohan
mereka. Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya yang sudah jauh tersesat oleh
iblis itu, mengajak mereka meninggalkan syirik (meninggalkan penyembahan
berhala) dan kembali kepada tauhid menyembah Allah, Tuhan sekalian
alam.
Akan tetapi walaupun Nabi Nuh telah
berusaha sekuat tenaganya berdakwah kepada kaumnya dengan segala
kebijaksanaan, kecakapan dan kesabaran dalam setiap kesempatan, siang
maupun malam dengan cara berbisik-bisik atau secara terang-terangan dan
terbuka, ternyata hanya sedikit sekali dari kaumnya yang dapat menerima
dakwahnya dan mengikuti ajakannya.
Nabi Nuh memimpin mereka keluar dari
jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang, mengajar
mereka hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan oleh Allah
kepadanya. Akan tetapi dalam waktu yang cukup lama (ratusan tahun), Nabi
Nuh tidak berhasil menyadarkan dan menarik kaumnya untuk mengikuti dan
menerima dakwahnya, bertauhid dan beribadat kepada Allah, kecuali
sekelompok kecil kaumnya. Harapan Nabi Nuh akan kesadaran kaumnya
ternyata makin hari makin berkurang. Pada saat itu Allah menyuruh Nabi
Nuh untuk tidak perlu lagi menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya,
karena mereka itu akan menerima hukuman Allah dengan mati tenggelam. Dan
Allah memerintahkan nabi Nuh untuk membuat perahu yang besar.
Setelah menerima perintah Allah untuk
membuat sebuah perahu/kapal besar, segeralah Nabi Nuh mengumpulkan para
pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang diperlukan untuk
maksud tersebut. Mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam
menyelesaikan pembuatan kapal yang diperintahkan itu. Walaupun Nabi Nuh
telah menjauhi kota dan masyarakatnya, agar dapat bekerja dengan tenang
tanpa gangguan bagi menyelesaikan pembuatan kapalnya namun ia tidak
luput dari ejekan dan cemoohan kaumnya yang kebetulan atau sengaja
melalui tempat pembuatan kapal itu.
Setelah selesai pekerjaan pembuatan
kapal, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah, “Siap-siaplah engkau dengan
kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda daripada-Ku maka
segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan kerabatmu dan bawalah
dua pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas bumi dan
belayarlah dengan izin-Ku.”
Kemudian tercurahlah dari langit dan
memancur dari bumi, air yang deras dan dahsyat. Dan dalam waktu yang
cepat telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa,
menggenangi daratan yang rendah maupun yang tinggi sampai mencapai
puncak bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang
dahsyat itu kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para
orang mukmin dan pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas
perintah Allah. Dengan iringan “Bismillahi majraha wa mursaha”,
belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri lautan air, menentang
angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas dan ribut.
Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak
kapal memperhatikan cuaca dan melihat-lihat orang-orang kafir dari
kaumnya sedang bergelimpangan di atas permukaan air, tiba-tiba
terlihatlah olehnya tubuh putra sulungnya yang bernama Kan’aan. Pada
saat itu, tanpa disadari, timbullah rasa cinta dan kasih sayang seorang
ayah terhadap putra kandungnya yang berada dalam keadaan cemas
menghadapi maut ditelan gelombang. Nabi Nuh secara spontan, terdorong
oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat suaranya memanggil
puteranya. Kan’aan, yang sudah tersesat dan telah terkena racun rayuan
setan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak
dengan keras ajakan dan panggilan ayahnya. Akhirnya Kan’aan disambar
gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya,
tergelincirlah ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan
pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Nabi Nuh bersedih hati dan berdukacita
atas kematian puteranya dalam keadaan tidak beriman kepada Allah. Beliau
berkeluh-kesah dan berseru kepada Allah. Kepadanya Allah berfirman,
“Wahai Nuh! Sesungguhnya dia puteramu itu tidaklah termasuk keluargamu,
karena ia telah menyimpang dari ajaranmu, melanggar perintahmu menolak
dakwahmu dan mengikuti jejak orang-orang yang kafir daripada kaummu.
Coretlah namanya dari daftar keluargamu. Hanya mereka yang telah
menerima dakwahmu mengikuti jalan mu dan beriman kepada-Ku dapat engkau
masukkan dan golongkan ke dalam barisan keluargamu yang telah Aku
janjikan perlindungannya dan terjamin keselamatan jiwanya. Adapun
orang-orang yang mengingkari risalah mu, mendustakan dakwahmu dan telah
mengikuti hawa nafsunya dan tuntutan Iblis, pastilah mereka akan binasa
menjalani hukuman yang telah Aku tentukan walau mereka berada dipuncak
gunung. Maka janganlah engkau sesekali menanyakan tentang sesuatu yang
engkau belum ketahui. Aku ingatkan janganlah engkau sampai tergolong ke
dalam golongan orang-orang yang bodoh.”
Nabi Nuh segera sadar setelah menerima
teguran dari Allah, Ia sangat menyesali kelalaian dan kealpaannya itu
dan menghadap kepada Allah memohon ampun dan maghfirahnya.
Setelah air bah itu mencapai puncak
keganasannya, habis binasalah kaum Nuh yang kafir dan zalim. Sesuai
dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan air diserap bumi
kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit “Judie”.
Kaum Nuh tinggal di sebelah selatan Irak, yang sekarang terletak di kota Kufah.
Judi adalah bukit yang berhadapan dengan semenanjung Ibnu Umar, yang sekarang menjadi perbatasan Suria (Syria) – Turki, di tepian sebelah timur sungai Tigris. Bukit Judi ini terlihat jelas dari daerah Ainu Diwar, Syria.
Judi adalah bukit yang berhadapan dengan semenanjung Ibnu Umar, yang sekarang menjadi perbatasan Suria (Syria) – Turki, di tepian sebelah timur sungai Tigris. Bukit Judi ini terlihat jelas dari daerah Ainu Diwar, Syria.